Menolak Godaan
“Kalau
seseorang tergoda oleh cobaan yang semacam itu, janganlah ia berkata,
"Godaan ini datangnya dari Allah," sebab Allah tidak dapat tergoda
oleh kejahatan, dan tidak juga menggoda seorang pun.” (Yakobus 1:13 BIS)
Seorang
pencuri yang membobol sebuah rumah di kota
Tiel, Belanda, tak tahan untuk memainkan piano yang ia temukan setelah ia
berhasil masuk ke ruang keluarga rumah itu. Sialnya, bunyi dentingan piano yang
dimainkan penjahat berumur 20 tahun itu justru membangunkan tuan rumah, yang
kemudian langsung menelepon polisi.
Sebuah
tindakan konyol, bukan? Pencuri ini tidak dapat menahan godaan untuk tidak
memainkan piano. Dia pasti menyadari bahwa suara piano dapat membangunkan
pemilik rumah. Tapi godaan itu terlalu
besar untuk ditolak. Pikirnya, “Ah, saya akan memainkan lirih saja. Mereka
pasti tidak mendengar.”
Godaan
dosa memiliki dimensi serupa. Saat sedang berjalan, kita jarang tersandung oleh
batu besar. Dalam perjalanan kehidupan,
kerikil-kerikil dosa ini yang lebih perlu diwaspadai. Ketika digoda oleh “dosa kecil”, kita
cenderung membuat alasan untuk membenarkan perbuatan kita:”Aku ‘kan hanya mengambil
sedikit. Tidak akan ada yang dirugikan.”
Di zaman modern ini ada
kecenderungan sikap permissiveness, yaitu
membolehkan beberapa perbuatan yang pada zaman dulu dilarang dilakukan.
Misalnya, hubungan seks sebelum menikah sudah menjadi kelaziman di dunia Barat.
Bahkan kalau ada pemuda/pemudi yang masih perjaka/perawan akan diolok-olok sebagai
orang ‘kuper’ (kurang pergaulan).
SMS
from God:
Kita bisa, karena terbiasa. Jangan beri peluang pada pelanggaran kecil menjadi
pintu masuk dosa.
Baca renungan lainnya di http://family-devotion.blogspot.com/
Komentar
Posting Komentar